Belajar Cara Daring Bukan Hanya Sekedar Nonton dan Baca Berita Di Media Sosial
Pandemik
Covid-19 telah memaksa jutaan peserta didik harus belajar di rumah dan
sementara itu banyak pendidiknya tiba-tiba jadi “gagap mengajar” karena harus
mengubah cara mengajar secara drastis dari tatap muka menjadi cara daring
secara tiba- tiba. Tidak ada kejelasan tentang kapan persoalan pendemik
Covid-19 dapat berakhir oleh karena itu sangatlah penting untuk membekali para
pendidik dengan pedagogi yang terkait erat dengan pemanfaatan teknologi.
Sesungguhnya
pembelajaran cara daring bukanlah hal yang sangat baru, sudah terdapat
teori-teori pendidikan dan penelitian yang berkaitan dengan belajar jarak jauh
sehingga seharusnya belajar cara daring bukan sekedar sebuah proses
“digitalisasi” bahan ajar, yaitu mengubah bahan ajar hanya jadi bahan bacaan atau
tontonan secara digital. Prof George Siemens, seorang guru besar dari Athabasca
University di Kanada merupakan salah seorang pelopor pengembangan pedagogi
untuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi. Ia mengusulkan sebuah teori
alternatif untuk pendidikan yaitu Connectivism. Ini adalah sebuah teori
pendidikan yang memasukkan teknologi dan konektivitas sebagai bagian dari
kegiatan belajar yang penting.
Siemens (2005)
menyatakan bahwa Connectivism dikembangkan sebagai respons terhadap tren dan
kebutuhan abad ke-21, ini terkait dengan kemajuan teknologi dan makin
pentingnya peran jaringan (network) yang terjadi akibat perkembangan teknologi.
Siemens (2005) menyimpulkan bahwa behaviorisme, kognitivisme, dan
konstruktivisme, tiga teori pembelajaran utama yang paling sering digunakan
tidak dapat mengakomodasi semua dampak kemajuan teknologi karena teori-teori
tersebut dikembangkan pada saat teknologi belum memiliki pengaruh terhadap
pengalaman belajar peserta didik sebanyak hari ini.
Downes (2012)
menyatakan bahwa inti dari Connectivism, “adalah tesis bahwa pengetahuan
didistribusikan melalui jaringan dan oleh karena itu pembelajaran terdiri dari
kemampuan untuk membangun dan melintasi jaringan tersebut.”
Teori baru ini menuntut perubahan peran peserta didik dan
guru. Peserta didik tidak dapat hanya diam dan bertindak secara pasif, tetapi
mereka harus mengambil peran yang lebih besar yaitu terlibat dan ikut serta
menjadi seorang kontributor pengetahuan.
Peran guru dalam
konsepsi Connectivism tidak hanya sebagai penyedia dan pendistribusi
pengetahuan belaka; melainkan, mereka memiliki peran yang lebih besar yaitu
sebagai Master Artist, Kurator, Administrator Jaringan dan “Concierge” untuk
peserta didik (Siemens, 2008).
Ke empat peran guru ini merupakan sebuah konsepsi unik dari
teori Connectivism. Sebutan Master Artist dikaitkan dengan peran yang biasa
dilakukan oleh seorang pengajar seni atau desain di studio. Situasi studio
memungkinkan setiap peserta belajar untuk saling melihat karya satu sama lain
dan juga memungkinkan untuk mendengar apa yang dikatakan oleh “Master Artist”
sebagai pengajar ketika memberikan komentar terhadap karya salah seorang
peserta belajar. Situasi mirip seperti ini terjadi ketika pendidik memanfaatkan
teknologi di dalam mengajar. Guru dapat menjadi seorang “master artist” yang
membuat seiap peserta didik dapat belajar bersama dan belajar dari satu sama
lain dengan cara memanfaatkan sebuah platform LMS (Learning
Management System).
Platform
LMS seakan jadi sebuah studio yang memungkinkan bagi sang guru untuk
“berjalan-jalan” mengunjungi setiap peserta didik sementara peserta didik yang
lain dapat “menguping” dan ikut belajar dari setiap diskusi yang terjadi antara
sang guru dan peserta didik. Pemanfaatan LMS juga membuat pendidik bukan lagi
satu-satunya sumber belajar tapi peserta belajarpun bisa jadi sumber belajar.
Ketika sang guru mendorong setiap peserta didik untuk mencari bahan-bahan
referensi mereka sendiri lalu diunggah di LMS maka sumber belajarpun jadi makin
melimpah.
Peran
pendidik yang kedua adalah sebagai kurator, sang guru dapat mengumpulkan,
memilah dan memilih sumber-sumber belajar yang ia pandang akan berguna dan
melengkapi pengetahuan peserta belajar. Ia dapat mengeksplorasi bahan ajar
dalam bentuk teks, gambar maupun video dari Internet, karya peserta didik tahun
sebelumnya atau video yang merupakan hasil rekaman ia sendiri dan banyak lagi.
Dengan hadirnya sumber-sumber belajar yang sudah terkurasi maka peserta belajar
dapat bertemu dengan sumber-sumber pengetahuan yang bukan saja sesuai tapi
sungguh bermutu karena melalui proses kurasi terlebih dahulu.
Melalui
kurasi guru dan teknologi sebuah “perpustakaan sekolah” dapat dihadirkan di
setiap ponsel cerdas atau laptop peserta didik. Peran yang ketiga adalah
sebagai “Administrator Jaringan”. Peran ini meletakkan guru sebagai desainer
dan pengelola jejaring yang akan menfasilitasi peserta belajar untuk mengalami
pengalaman belajar yang maksimal. Guru mengumpulkan, memilah dan memilih
sumber-sumber belajar dan kemudian menciptakan serangkaian “konektivitas” untuk
peserta didik sehingga mereka dapat “berselancar” melalui jaringan tersebut dan
bertemu dengan sumber-sumber belajar yang pada akhirnya membawa mereka pada
pengetahuan yang dituju. Gurulah yang mengadministrasi “jaringan-jaringan”
belajar tersebut.
Peran
ini menuntut kemampuan guru untuk paham bahan ajar, paham pedagogi, paham
teknologi dan juga paham fitur-fitur yang ada di dalam sebuah LMS sehingga
pengalaman belajar melalui teknologi jadi sebuah pengalaman belajar yang
bermutu dan juga asyik untuk peserta didik. Peran yang terakhir adalah peran
pendidik sebagai “Concierge”, ini memberikan arti bahwa guru memiliki peran
sebagai “help desk” untuk peserta didik apabila mereka mengalami kesulitan,
“tidak tahu arah” atau “tersesat” dalam proses belajar melalui teknologi.
Kesimpulan yang dapat kita tarik adalah terdapat banyak peluang untuk
menciptakan pengalaman belajar yang bermutu melalui pembelajaran daring namun untuk
itu kita harus bisa memiliki para pendidik yang siap dalam memanfaatkan
pedagogi era teknologi dan juga siap dalam memanfaatkan teknologi untuk
kepentingan peserta didik.
Sumber: Ir. Antonius Tanan MBA,
MSc, MA
Posting Komentar untuk "Belajar Cara Daring Bukan Hanya Sekedar Nonton dan Baca Berita Di Media Sosial"
Gambar ataupun video yang ada di situs ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut.