Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan dan kebudayaan
Tantangan yang masih dihadapi saat ini adalah
ketersediaan buku yang belum merata di hampir seluruh wilayah Indonesia serta
rendahnya motivasi dan minat baca peserta didik.
Demikian Postingan Kali Ini Terkait Desain Induk Gerakan
Literasi Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan kebudayaan, Semoga Ada Manfaat.
Hal ini memprihatinkan karena di era teknologi
informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam
pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan reflektif.
Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi
kemajuan teknologi dan keterbaruan/kekinian. Hal ini tercantum dalam Deklarasi
Praha (Unesco, 2003) yang mencanangkan pentingnya literasi informasi (information
literacy), yaitu kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis,
dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan
kehidupan pribadi dan
sosialnya.
Kebutuhan literasi di era global ini menuntut
pemerintah untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan
sesuai dengan UUD 1945, Pasal 31, Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.” Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya
mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosi,
bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap perkembangan
arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan
oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen
masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah,dll.) dalam membina,
menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan
anak.
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan.
Literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan
ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan
peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya.
Pada tahun 2016, Puspendik Kemendikbud dalam program
Indonesian National Assessment Program (INAP) atau Asesmen Kompetensi Siswa
Indonesia (AKSI) menguji keterampilan membaca, matematika, dan sains peserta
didik SD kelas IV. Khusus dalam membaca, hasilnya adalah 46,83%dalam kategori kurang,
47,11%dalam kategori cukup, dan hanya 6,06%dalam kategori baik.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi
peserta didik Indonesia masih tergolong rendah dan harus ditingkatkan.
Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi khusus agar kemampuan
membaca peserta didik dapat meningkat dengan mengintegrasikan/menindaklanjuti program
sekolah dengan kegiatan dalam keluarga dan masyarakat, yang diwadahi dalam
gerakan literasi.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS)telah digulirkan mulai
Maret 2016 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud
dengan melakukan sosialisasi dan koordinasi ke semua Dinas Pendidikan Provinsi
dan/atau Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca
dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi
juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga
bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan,
bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa
literasi informasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi,
menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan
terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan.
Kemampuan-kemampuan tersebut perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk
berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar
manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.
Dari sisi istilah, kata “literasi” berasal dari bahasa
Latin litteratus (littera), yang setara dengan kata letter dalam bahasa Inggris
yang merujuk pada makna ‘kemampuan membaca dan menulis’. Adapun literasi
dimaknai ‘kemampuan membaca dan menulis’ yang kemudian berkembang menjadi ‘kemampuan
menguasai pengetahuan bidang
tertentu’.
Untuk merujuk pada orang yang mempunyai kemampuan
tersebut digunakan istilah literet (dari literate) yang dapat dimaknai ‘berpendidikan,
berpendidikan baik, membaca baik, sarjana, terpelajar, bersekolah,
berpengetahuan, intelektual, intelijen, terpelajar, terdidik, berbudaya, kaya informasi,
canggih’.
Di Indonesia, pada awalnya literasi dimaknai 'keberaksaraan'
dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, “melek
baca dan tulis" ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini
merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal. Pemahaman literasi
pada akhirnya tidak hanya merambah pada masalah baca tulis saja, bahkan sampai
pada tahap multiliteras.
Penjelasan yang admin berikan dalam artikel kali ini
kurang dipahami karena penjelasan sebenarnya adalah anda harus memahami
seluruhnya.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan dan kebudayaan
Oleh karena ini, admin memberikan cuma-cuma tentang Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, silahkan unduh pada link yang tersedia di bawah ini:
Posting Komentar untuk "Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan dan kebudayaan"
Gambar ataupun video yang ada di situs ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut.