TANGIS DI UJUNG HARAPAN - Cerpen Sedih
TANGIS DI UJUNG HARAPAN
Siang
ini Delima tak sabaran untuk sampai di rumah. Cerita bahagia ini ingin segera
dibagi dengan keluarga tercinta. Kembang aneka rupa bermekaran di hatinya.
Wangi, mekar, dan indah. Merona ke wajahnya yang mulai menua.
Bel
tanda pulang berbunyi, hatinya bersorak. Setelah rutinitas di kelas ditutup
dengan doa, dia mengemasi segala perlengkapan mengajar dengan tergesa.
Melangkah cepat masuk kantor, pamitan pada kepala sekolah, dan kawan majelis
guru. Ayunan langkahnya tergesa menuju tempat parkir.
Tak
berkurang kegembiraannya, sekalipun jarak untuk pulang ke rumah harus
ditempuhnya 25 kilometer. Lima kilometer adalah jalan tanah. Berlumpur kala
hujan, berdebu saat kemarau. Sudah hal biasa sepatunya berlepotan lumpur.
Barusan hujan, maka perjuangan sampai ke rumah butuh mental baja.
Lega
sekali, ketika motor tuanya memasuki pekarangan tempat tinggalnya bersama
keluarga tercinta. Ketika mengetuk pintu dan baca salam, dia semakin gembira
karena yang bukakan pintu adalah suami terkasih yang ternyata sudah lebih dulu
sampai di rumah.
"Khabar
gembira, Uda! Akhirnya perjuangan kita ada ujungnya. Pemerintah resmi buka
peluang untuk tes CPNS. Ayo, kita persiapkan diri untuk pendaftaran
secepatnya!" Delima terengah bicara saking semangatnya.
"Masuklah
dulu, Dik. Tuh, anak-anak sudah nunggu kita untuk makan siang." sang suami
menjawab tenang.
"Iya,
selesai makan kita segera fokus untuk itu ya, Da."
"Hm."
jawab suaminya singkat.
"Kok,
seperti tak semangat gitu? Kenapa? Ada masalahkah?" Delima heran dengan
respon suaminya yang lesu.
"Dik,
sadarkah kamu bahwa kita tak bisa ikut mendaftar seperti yang lain? Usiaku
sudah 37 tahun dan kamu walau masih berusia 33 tahun tapi nilai ijazahmu hanya
2,46." suaminya memandang iba.
Delima
terduduk, hilang rona bahagia di wajahnya. Menggenang bening di mata itu.
Menetes satu-satu dalam ratap pilu tak bersuara. Mengenang 10 tahun masa
pengabdian di ujung desa terpencil sebagai guru honorer. Menatap tak berkedip
pada suami yang telah 12 tahun menapak jalan setapak mendidik anak petani di balik
bukit dengan gaji seadanya sebagai tenaga honorer.
Nasib baik adalah khayalan terindah mereka selama ini.
Oleh : Zuldefita Zoebir
Posting Komentar untuk "TANGIS DI UJUNG HARAPAN - Cerpen Sedih"
Gambar ataupun video yang ada di situs ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut.