Sekolah Wajib Sediakan Opsi Tatap Muka, Orang Tua Berhak Memilih Itu Pinta Mendikbudristek
DAPODIK.co.id - Sekolah Wajib Sediakan Opsi Tatap Muka, Orang Tua Berhak Memilih Itu Pinta Mendikbudristek. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, merefleksi kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan persiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang menjadi terobosan di masa pandemi. Hal tersebut ia sampaikan pada Dialog Vaksin Untuk Indonesia - Pandemi Tak Memupus Mimpi yang digelar Metro TV, bersama grup musik Slank.
Mendikbudristek
mengatakan, kebijakan PJJ membuat banyak orang tua menyadari pentingnya peran
mereka dalam pendidikan anak. Kesadaran ini memaksa orang tua untuk terlibat di
pendidikan anak dan guru juga punya kesadaran baru bahwa orang tua adalah mitra
pendukung pendidikan anak. “Orang tua sadar dirinya harus belajar jadi guru di
rumah,” jelasnya.
Diakuinya,
banyak pihak masih khawatir akan risiko PTM yang akan dilakukan di tahun ajaran
baru 2021. Namun dengan peraturan vaksin diprioritaskan (untuk para guru),
Nadiem merasa sudah waktunya pembelajaran kembali ke sekolah. Menurut dia,
tidak ada solusi lain selain anak-anak harus mulai berinteraksi lagi.
Menteri
Nadiem menekankan bahwa orang tua memiliki hak mutlak menentukan apakah anaknya
sudah boleh ikut sekolah tatap muka. Tetapi sekolah, tuturnya, wajib
menyediakan opsi tatap muka. “Itu hak prerogatif orang tua untuk memilih anaknya
mau PTM atau PJJ,” tegas Mendikbudristek.
Dimintai
pendapatnya oleh Slank tentang banyaknya peserta didik yang mengaku rindu pada
guru dan teman-teman di sekolah, Mendikbudristek mengatakan, inilah alasan
untuk mendukung anak-anak kembali tatap muka dan inilah mengapa pihaknya
mendorong guru-guru diprioritaskan untuk divaksinasi. Maka, aturan barunya
adalah ketika guru-guru sudah divaksinasi, sekolah wajib memberikan opsi tatap
muka..
“Alhamdulillah, kita
dapat dukungan Pak Presiden untuk prioritas vaksinasi guru. Jadi dari alokasi
pejabat pemerintah, guru jadi yang terpenting agar kita bisa segera PTM.
Targetnya, di Bulan Agustus di mana kita sudah masuk tahun ajaran yang baru,
semua sekolah itu sudah menyediakan opsi tatap muka,” jelas Mendikbudristek.
Akhadi
Wira Satriaji atau yang lebih akrab disapa Kaka Slank, mengajak masyarakat
untuk lebih peduli pada pendidikan anak-anak di Indonesia. Kaka menyebut, ada
risiko banyak anak terancam putus sekolah akibat pandemi. “Kami ajak semuanya
menyelamatkan anak-anak bangsa yang terancam putus sekolah dengan berdonasi,”
ajaknya.
TRANSISI
MENUJU TATAP MUKA
Mohammad
Ridwan Hafiedz atau Ridho Slank bercerita bahwa anaknya diberi kuisioner dari
sekolah, yang berisi pertanyaan kesediaan untuk pembelajaran tatap muka. Ridho
mengakui anaknya sangat ingin untuk kembali ke sekolah. Berbeda dengan Ridho,
Bimo Setiawan Almachzumi atau akrab disapa Bimbim Slank, mengaku putrinya di
rumah mengaku belum berani tatap muka walau enggan juga sekolah daring.
Menjawab hal tersebut, Mendikbudristek
mengungkapkan hasil dari berbagai survei yang dihimpun maupun yang dilakukan Kemendikbudristek.
Ia menyebut, mayoritas peserta didik dan orang tua sudah ingin tatap muka.
“Hampir 80 persen sudah ingin tatap muka. Karena juga sudah lebih percaya diri
dengan protokol kesehatan,” jelasnya.
Dalam hangatnya perbincangan yang dilakukan Menteri
Nadiem dan Slank ini, salah satu orang tua peserta didik, Senny, bertanya
tentang transisi menuju PTM. Ia mengaku senang dengan rencana transisi menuju
PTM tapi tetap ada kekhawatiran yang dirasakan. “Anak saya kelas 3 SD, dan kami
senang sekali (dengan rencana PTM), tapi kekhawatiran itu tetap ada. Kegalauan
ibu-ibu umumnya adalah jaminan yang bisa diberikan agar kita rela dan ikhlas
melepas anak-anak? Karena kita tahu anak-anak tidak seperti kita menjaga
protokol kesehatan. Bagaimana mengatasinya, Mas Menteri?” tutur Senny.
Mendengar pertanyaan tersebut, Menteri Nadiem
menjawab bahwa dirinya tidak bisa memberikan jaminan. Tetapi yang harus diingat
dan yang terpenting, tuturnya, keputusan itu ada di masing-masing orang tua.
“Itu dulu dipegang. Tiap orang tua mengenal anaknya dan punya level risiko
tersendiri. Hak memutuskan anak kembali ke sekolah secara tatap muka atau masih
PJJ saja, ada di orang tua. Sekolah tidak boleh memaksa, itu hak orang tua,”
tegas Mendikbudristek lagi.
Alasan kedua, lanjut Mendikbudristek, berjalannya
vaksinasi guru-guru meringankan beban transisi ini. Selain itu, semua orang tua
berhak datang langsung, memonitor, dan bergerak melihat ke sekolah, dan ikut
memastikan bahwa protokol kesehatan benar terjadi. Ia menyebut, peran orang tua
dalam kesuksesan PTM ini sangat penting. Tentunya ada peran kementerian
terkait, dinas kesehatan, dan pihak sekolah. Kementerian Kesehatan pun telah
membuat protokol kesehatan yang sangat ketat. “Namun, akhirnya kembali kepada
keputusan Ibu sendiri untuk memilih apakah anak sudah boleh mengikuti tatap
muka,” terang Mendikbudristek.
Selain Senny, Mendikbudristek juga mendengar
pendapat orang tua peserta didik PAUD dan SD, Anastasya. Lewat sambungan
telepon, Anastasya mengungkapkan bahwa kedua anaknya memang ingin kembali ke
sekolah. Ada kerinduan untuk dapat bermain dengan teman-teman. Namun, yang ia
khawatirkan adalah anak-anak SD yang mungkin belum paham betul protokol
kesehatan. “Kalau anak SMP dan SMA mungkin sudah mengerti protokol kesehatan.
Tapi, kalau anak-anak di bawah kelas 3 SD, ada kemungkinan bersentuhan
dengan teman di sekolah. Ibu-ibu sudah ingin anaknya sekolah semua. Tapi
bagaimana jika lingkungannya masih zona merah?” tanyanya.
Menjawab hal tersebut, Menteri Nadiem menjelaskan
bahwa masing-masing sekolah akan melalui polanya sendiri. Ada sekolah yang mau
buka cuma dua kali seminggu, ada yang bergiliran pagi dan sore. Masing-masing
sekolah akan menentukan cara rotasinya, dan sistem itu tergantung kebutuhan
masing-masing anak dan orang tua di lingkungan. “Yang penting, karena aturan
mainnya hanya boleh 50 persen kapasitas di sekolah, mau tidak mau akan jadi
hibrida,” jelasnya.
Rekomendasi kedua, lanjut Mendikbudristek, adalah
orang tua disarankan langsung mengamati sendiri ke sekolah. Misalnya, tatap
muka hari pertama, orang tua tidak mau kirim anak ke sekolah, tidak apa-apa.
Orang tua bisa dating dulu ke sekolah, memonitor bagaimana protokol kesehatan
dan pembelajaran dijalankan. Hari kedua, mungkin orang tua lebih yakin dengan
anak yang lebih disiplin lalu memutuskan tidak apa-apa anaknya pergi ke
sekolah. “Kalau anak yang Ibu belum yakin, tidak apa-apa masih PJJ. Ibu harus
mengambil inisiasi sendiri. Pastinya, hak prerogatif bagi Ibu dan semua orang
tua, di mana mau mengambil risiko tersebut. Tugas kami di pemerintahan adalah
memastikan protokol kesehatan yang paling ketat menjadi aturan main,” ungkapnya.
TRANSFORMASI
DIGITAL INDONESIA TIMUR
Diminta
pendapat tentang pendidikan, khususnya di Indonesia Timur, Mendikbudristek menyatakan
bahwa menutup jurang kesenjangan menjadi prioritas kebijakan yang ia ambil,
termasuk di bidang teknologi. “Alhamdulillah, kerja sama
dengan Pak Menkominfo, jaringan-jaringan sekolah menjadi prioritas, untuk
menutup kesenjangan yang tidak ada internet,” ujarnya. Namun, peran guru,
tambah Mendikbudristek, adalah yang terpenting.
“Bagaimana kita bisa memastikan guru-guru dan
sekolah-sekolah penggerak kita terdistribusi secara rata, dan harus ada
insentif bagi guru2 terhebat ini, apalagi yang mengajar di tempat-tempat paling
sulit dan pelosok,” kata Mendikbudristek.
Terkait transformasi di Indonesia Timur, seorang
guru di Desa Gaura, Kecamatan Laboya Barat, Kabupaten Sumba Barat, Nusa
Tenggara Timur, mengungkapkan dirinya juga telah divaksinasi di puskesmas desa.
Ia pun bertanya pada Mendikbudristek tentang pendidikan karakter. “Bagaimana
agar ada gebrakan kurikulum untuk membuat siswa lebih bermoral? Sejak era
digital ini, moral siswa banyak yang makin hilang dengan berbagai aplikasi
modern,” ungkap Solihin yang bertanya secara virtual.
Mendikbudristek memastikan bahwa pendidikan moral
bukan hanya soal penguatan kurikulum, walau hal tersebut selalu berjalan sesuai
arahan Presiden Joko Widodo terkait penyederhanaan dan penyempurnaan kurikulum.
“Tapi yang penting adalah bagaimana anak-anak belajar. Kalau selama ini
anak-anak hanya belajar satu arah, bagaimana mereka bisa mengembangkan karakter
Pelajar Pancasila? Anak-anak kita harus berpindah ke cara belajar dengan
mengerjakan berbagai proyek sosial dan kemanusiaan.
Itulah
cara mereka belajar Pancasila, dengan kolaborasi dan implementasi di
lingkungannya,” jelas Mendikbudristek. Dirinya meyakini, bahwa project
based learning (PBL) akan menjadi transformasi pola belajar yang
penting, dengan aspek-aspek partisipasi, berdasarkan kerja sama kelompok, dan
hasil karya yang nyata. “Dari situ, anak-anak akan siap di dunia perubahan yang
penuh disrupsi teknologi,” tutupnya. (Lydia A.M.)
Demikian
Informasi Terbaru Terkait Sekolah Wajib Sediakan Opsi Tatap Muka, Orang Tua
Berhak Memilih Itu Pinta Mendikbudristek, Semoga Ada Manfaatnya.
Jika
artikel ini kurang jelas dan mungkin masih ada pertanyaan, anda bisa tanyakan
pada kolom komentar yang tersedia di akhir postingan ini. Untuk dapat mengikuti
berita terbaru dan mendapatkan notifikasi silahkan follow
akun www.dapodik.co.id ini. Karena akan menyajikan berita terbaru dan
terpopuler di dunia pendidikan, terima kasih.
Posting Komentar untuk "Sekolah Wajib Sediakan Opsi Tatap Muka, Orang Tua Berhak Memilih Itu Pinta Mendikbudristek"
Gambar ataupun video yang ada di situs ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut.