Masih Adakah Peserta Didik Yang Mengidolakan Pahlawan
DAPODIK.co.id - Masih Adakah Peserta Didik Yang Mengidolakan Pahlawan. SUDAH milyaran rupiah dana yang dihamburkan agar penataran dan pelatihan untuk memantapkan rasa kebangsaan dapat terwujud. Disamping itu media massa, lewat media cetak dan media elektronik, juga diserutkan agar segenap generasi muda dapat memahami arti semangat perjuangan 1945.
Semangat
perjuangan 1945 adalah semangat yang tidak mengenal istilah pantang mundur demi
meraih kemerdekaan. Malah nyawa, harta dan keluarga adalah taruhannya.
Bagaimanakah semangat generasi kita seputar tahun 2.000 ini? Tanpa mengadakan
penelitian yang akan membuang-buang waktu dan dana kita dapat mengatakan bahwa
rata-rata generasi muda sekarang banyak yang tidak memiliki semangat
perjuangan.
Masih Adakah Peserta Didik Yang
Mengidolakan Pahlawan
Andaikata
kita pajangkan sederet nama mulai dari nama artis sinetron, olahragawan sampai
kepada nama tokoh pahlawan yang telah berjasa banyak bagi bangsa ini. Maka
artis dan olahragawan kerapkali sebagai tokoh Idola mereka yang utama dan para
pahlawan sering sekedar idola pelengkap saja. Sebetulnya tidak salah kalau
generasi muda termasuk peserta didik kita menjadikan para artis dan olahragawan
sebagai idola mereka, tidak mengapa bila tokoh-tokoh idola mereka baik
luar-dalam. Maksudnya penampilan luarnya sama baik dengan karakter mereka yang
sesungguhnya. Sekarang yang kita pertanyakan adalah apakah masih ada kontak
batin antara anak didik kita dengan para pahlawan bangsa kita ini?
Cukup
kagum juga kita, dari membaca koran dan majalah, bahwa di luar negeri, seperti
Amerika, masih ada generasi muda mereka, yang mempunyai kontak batin dengan
pahlawan yang telah terpisah selama puluhan generasi atau ratusan tahun. Mereka
masih kenal baik sehingga dalam pembicaraan harian, mereka pun mengutip kalimat
yang pernah diungkapkan oleh pahlawan bangsa mereka. Penyebaran buku-buku
biografi adalah salah satu faktor pembentuk tetap adanya hubungan batin antara
mereka dengan para pahlawan.
Bagaimana
kontak batin antara peserta didik kita dengan para pahlawan bangsa? Rata-rata,
kecuali sebagian kecil, cuma sebatas mengenal nama mereka saja. Oh, kalau
Sisingamaraja itu berasal dari tanah Batak, Imam Bonjol dari daerah Minang dan
Pangeran Diponegoro berasal dari daerah anu …! Atau peserta didik kita cuma
dapat mengenal tahun-tahun saja. Bahwa Sukarno, Presiden RI pertama dan tokoh
Proklamator, lahir tahun sekian dan Kihajar Dewantara mendirikan sekolah itu
tahun sekian. Dan bisa jadi generasi muda sekarang hanya mengenal pahlawan hanya
sebatas nama, karena nama-nama jalan juga mengabaikan nama-nama para pahlawan.
Oh, itu jalan Pattimura dan ini jalan Rang Kayo Rasuna Said dan yang lain
adalah jalan R.A Kartini, Jalan Teuku Umar, Jalan Haji Agus Salim, Jalan
Sukarno-Hatta atau jalan Prof. Dr Hamka, dan lain-lain. Tetapi mereka
kemungkinan tidak pernah tahu bahwa Rang Kayo Rasuna Said itu adalah pejuang
wanita dari ranah Minang yang merupakan wanita pertama yang masuk ke dalam bui
karena perjuangan bangsa. Atau mereka kurang mengetahui bagaimana Muhammad
Hatta, Haji Agus Salim dan Hamka bergelut dengan buku-buku untuk menuntut ilmu
demi perjuangan kemerdekaan bangsa. Atau bagaimana Sukarno berlatih berpidato
di kegelapan malam semasa kecil dan Raden Ajeng Kartini beserta adik-adiknya berjuang
menentang adat yang kolot demi membebaskan kaum wanita dari belenggu kebodohan
untuk memperoleh emansipasi dan harga diri.
Pokoknya
cukup sederhana pengetahuan peserta didik kita tentang para pahlawan yakni
sebatas nama, tahun-tahun kejadian dan daerah asal mereka. Mereka memperoleh
itu lewat hafalan dan kemudian secara pelan-pelan melupakan apa yang dihafal
sebelum sempat dijiwai sampai pada akhirnya para pahlawan itu terlupakan dan
terputus dalam kontak batin. Kalau begitu siapakah yang bertanggung jawab atas
masalah ini? Tentu saja kita semua, para guru-guru, akibat metode proses
belajar mengajar yang salah kaprah.
Sebetulnya
selain lewat proses belajar mengajar di sekolah peserta didik masih dapat
mengenal para pahlawan lewat media masa seperti televisi, majalah dan
koran-koran. Tetapi acara-acara kepahlawanan sering kalah menarik dibandingkan
dengan acara hiburan dan film-film. Sehingga anak-anak didik kita di rumah
memperhatikannya tidak dengan sepenuhnya hati dan malah meninggalkan acara
tersebut. Begitu pula kerapkali anak didik lebih tertarik dengan membaca gosip
para bintang film dan mengabaikan biografi para pahlawan kalau ada. Walau tidak
semua peserta didik yang berbuat begitu. Agaknya peserta didik kita cukup peka
juga. Mereka dapat mengatakan bahwa pelajaran yang bertanggung jawab untuk
memperkenalkan pahlawan kepada mereka adalah seperti pelajaran PSPB, Sejarah,
Agama, KWN, Tata Negara dan Bahasa Indonesia. Dan tentu pada umumnya seluruh
guru-guru juga bertanggung jawab untuk memperkenalkan para pahlawan kepada peserta
didik sebagai generasi muda.
Suatu
hari ketika ditanya, kepada murid tentang metode proses belajar mengajar yang
baik dalam rangka mempelajari dan mengenal tokoh-tokoh pahlawan lewat mata
pelajaran yang kita sebutkan di atas. Maka murid mengatakan bahwa metode yang
terbaik adalah guru mencatatkan ringkasan pelajaran dan kemudian menerangkan
pelajaran atau sebaliknya guru menerangkan pelajaran kemudian baru mencatatkan
keringkasan yang telah dibuat guru.
Karena
peserta didik telah terlatih menjadi “beo” atau menerima saja apa yang telah
disuguhkan guru lewat cara menghafal ibarat sapi agama Hindu” di India yang
mengunyah-ngunyah kertas yang berisi tulisan dan kemudian dikeluarkan lewat
kotoran tanpa singgah di kepala, telah menyukai metode ini. Pada hal metode ini
adalah metode yang salah kaprah karena dapat mematikan kreatifitas berfikir
anak didik. Sedangkan orang-orang dari negara maju telah lama meninggalkan
metode proses belajar mengajar seperti ini. Namun kita dalam saat-saat
menjelang tahun 2000 ini masih ada yang terpaku pada metode ini.
Cukup
banyak ragam metode salah kaprah ini. Ada guru yang bercerita mengelantur
kesana kemari tentang tokoh-tokoh pahlawan di dalam negeri dan di luar negeri,
tanpa jelas salah benarnya, kemudian pada akhir pelajaran mencatatkan
keringkasan yang telah dibuat oleh bapak atau ibu guru. Ada lagi guru yang
setiap kali masuk kelas selalu menyuruh murid-murid untuk meringkaskan isi
halaman dari sebuah buku dan dia sendiri duduk dengan enaknya di depan kelas sampai
kuap-kuap atau untuk menghilangkan rasa kantuk karena bosan dalam mengajar
sengaja pergi ke ruangan majelis guru untuk mengobrol atau bergosip mulai dari
masalah umum sampai kepada masalah rumah tangga. Begitu pula bagi guru yang
tidak menguasai pelajaran sama sekali amat sudi untuk mendiktekan seluruh isi
buku pada hal tidakkah baik kalau murid disuruh saja membeli buku atau memfoto
kopi saja. Tetapi ada kalanya guru melarang siswa untuk membeli buku dan
kalaupun punya buku tetap harus mencatat sebab akan diambil nilai kerajinan
atau catatan bakal diperiksa. Dan masih ada seribu satu metode yang mirip
dengan metode yang salah kaprah begini.
Memperkenalkan
para tokoh pahlawan lewat proses belajar mengajar adalah sangat ampuh untuk
menangkal agar anak didik tidak tercabut dari akar budaya dalam arti mereka
tidak melupakan pahlawan bangsa. Tetapi pelaksanaan proses belajar mengajar
tidaklah sesederhana metode yang di atas tadi. Idealnya setiap guru, terutama
guru, KWN, Agama, Sejarah dan Bahasa Indonesia dari sekolah dasar dan bagi
pelajaran yang terkait di tingkat SMP dan SMA/ SMK harus menguasai topik-topik
pelajaran yang bukan sekedar hafalan belaka untuk mengajar murid menjadi beo.
Malah sangat ideal lagi kalau guru-guru, lebih tepat lagi guru-guru mata pelajaran
Sejarah KWN, , juga membaca buku-buku biografi tanpa terlebih dahulu berlindung
dibalik alasan. Kita sering mendengar, tidak hanya guru wanita tetapi juga guru
yang senantiasa mengungkapkan tidak punya waktu untuk membaca guna untuk
menambah ilmu.
“Wah
saya tidak punya waktu karena sibuk dengan kerja di rumah, sibuk karena anak
mengganggu, tak sempat karena rumah jauh, tak sempat membaca karena saya
mempunyai jam mengajar sangat banyak, dan lain-lain”. Sering alasan-alasan kuno
ini kita dengar dari rekan guru-guru yang mana mereka senantiasa mengungkapkan
kesibukan mereka di luar kegiatan mengajar seolah-olah mereka lebih sibuk
daripada menteri atau negarawan lain. Pada hal Menristek, B.J. Habibie yang
memiliki segudang jabatan dan pekerjaan atau KH Zainuddin MZ, ulama sejuta
umat.
Mereka
juga mempunyai rumah tangga dan anak-anak, disamping tanggung jawab terhadap
pekerjaan yang banyak tetapi tetap mempunyai waktu untuk belajar atau menambah
ilmu. Bagi sebagian rekan guru-guru yang selalu berlindung dibalik alasan
“sibuk” ternyata untuk nongkrong di warung kopi atau untuk bergosip tanpa
mereka sadari mereka telah menghabiskan waktu selama berjam-jam terbuang
percuma.
Pengenalan
tokoh-tokoh pahlawan kepada anak didik lewat proses belajar mengajar merupakan
sarana yang tepat karena disana anak didik terkondisi dengan bersyarat dengan
imbalan nilai sebagai titik awal. Maka tentu ada usaha-usaha lain yang positif
agar anak didik lebih mengenal para pahlawan. Misalnya memberikan tugas untuk
membuat sinopsis dari biografi-biografi pahlawan. Begitu pula menugaskan murid
untuk membuat resensi dari sebuah buku yang mengandung biografi seorang
pahlawan. Agar anak didik tidak asal tulis atau mungkin memalsukan karya tulis
orang lain. Maka ada baiknya guru mengujikan atau menyuruh murid untuk
mempresentasikan di depan kawan-kawannya sambil melatih keberanian mereka untuk
tampil di depan umum.
Melowongkan
waktu bagi guru dan murid untuk dapat membaca setiap buku biografi sangat besar
manfaatnya. Selain untuk menambah wawasan juga sebagai sarana untuk “cermin
diri” untuk memacu prestasi dan untuk mencari idola sebagai jati diri kita
dalam rangka mengembangkan kwalitas diri.
Demikian
Artikel Terbaru Tentang Masih Adakah Peserta Didik Yang Mengidolakan Pahlawan. Semoga
ada manfaatnya, terima kasih.
Jika
artikel ini kurang jelas dan mungkin masih ada pertanyaan, anda bisa tanyakan
pada kolom komentar yang tersedia di akhir postingan ini. Untuk dapat mengikuti
berita terbaru dan mendapatkan notifikasi silahkan follow akun www.dapodik.co.id ini.
Karena akan menyajikan berita terbaru dan terpopuler di dunia pendidikan.
Posting Komentar untuk "Masih Adakah Peserta Didik Yang Mengidolakan Pahlawan"
Gambar ataupun video yang ada di situs ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut.